--> -- -->
  • Jelajahi

    Copyright © selayangnewss
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Rindu Kawan Lamo – Episode 1: Kawan Ngopi, Dilupo Jangan

    Jumat, 08 Agustus 2025, Agustus 08, 2025 WIB Last Updated 2025-08-09T00:35:11Z

     

    Di simpang tigo kampung, ade satu warung kayu sederhana. Namonya "Warung Mak Teh". Kat situ, kopi selalu pekat, cerito selalu panjang, dan ketawo tak pernah kurang. Warung tu tak pernah berubah, walau zaman udah bawak orang kampong main WhatsApp, TikTok, dan segala bendo dalam kotak ajaib bernamo henpon.

    Petang tu, aku singgah ke warung tu. Baju masih berdebu lepas bersihkan halaman rumah Mak. Duduk di bangku panjang dekat jendela, pandang luar sambil nunggu kopi hitam panas dari Mak Teh.

    Tak lamo lepas tu, pintu warung terbuka. Seorang lelaki melangkah masuk. Tingginya tak banyak berubah, kulitnya masih gelap kena matahari, dan senyumnya—ya Allah, senyumnya masih samo.

    "Jo...?! Jo betul ni?"
    Dio ketawo, lebar.
    "Kau pulak ni, Nuar?! Kau pun tak berubah... masih suko cium bau kopi sebelum minum!"

    Kami berpelukan. Macam tak percayo. Du opuluh tahun tak jumpo, dan hari ni, takdir bawak kami ngopi di warung yang samo-samo kami tumbuh dulu.

    Jo duduk sebelah aku, pesan kopi samo — kopi hitam pekat tak manis.
    "Ingat lagi, kopi ni jadi saksi semuo rahsiaokito dulu, Nuar. Dari cerito pompuan lawo, sampai rencana nak   lari   dari umah waktu  kene marah  mak masing-masing."
    Aku ketawo.
    "Kau lah kepala semua plan. Kami cumo tukang ikut."

    Satu jam duduk, cerito pun dibuka satu per satu. Tentang Leha yang kini tinggal di Batu Pahat, dah buka kedai kuih. Tentang Man, yang katonyo kerja kapal, keliling laut Asia. Tentang Din... yang kini tinggal dalam doa-doa kami.

    "Aku pernah balik, Nuar," Jo bersuara perlahan. "Tapi takde kawan. Pangkin bawah pokok mangga tu kosong. Raso macam kampung takde jiwa."
    Aku angguk.
    "Pangkin tu memang udah kosong, tapi setiap kayu dia simpan cerito kito."

    Mak Teh hantar sepiring pisang goreng. Kami makan perlahan sambil pandang senja. Warung tu, senyap... tapi dalam diam tu, ingatan melimpah.

    Ngopi tak semestinya soal kopi. Kadang-kadang, ia tentang teman lama yang muncul tiba-tiba, dan bawak kembali sebahagian hati yang hilang.
    Kawan ngopi bukan sekadar duduk semeja. Tapi duduk dengan hati yang pernah bersama. Dan walau tahun-tahun memisah, secangkir kopi bisa satukan semuanya semula.

    Sebelum Jo pulang, dia pandang aku dan berkata:
    "Kawan lamo, Nuar... dilupo jangan. Sebab dari kawan kawan tulah  kita belajar erti sahabat yang sebenar. Yang datang tanpa syarat, dan tinggal walau dunia berubah."

    Aku genggam tangannyo.
    "Bilo rindu datang, Jo, datanglah ke warung Mak Teh. Kopi akan tetap hangat, dan kawanmu akan selalu menunggu."

    Kawan ngopi tu bukan sekadar teman duduk dan minum.
    Dia tu tempat kita melepas penat, berkongsi cerita,
    Mengeluh tanpa takut dihukum,
    Ketawa tanpa takut ditinggal.

    Jangan luopo kawan ngopi dulu.
    Sebab di balik cangkir yang tinggal setengah,
    Ado kenangan yang tak sempat kita ulang.
    Ado cerita yang belum habis dibagi.

    Dunia boleh besar,
    Jalan hidup boleh bercabang,
    Tapi kawan ngopi dulu —
    Tetap jalan pulang yang paling sunyi,
    Tapi paling setia menunggu.


    Bersambung ke Episode 2: Pangkin & Kopi Kedua


    "Pangkin" dalam bahasa Melayu (termasuk dialek Bengkalis dan Riau) adalah:

    👉 Tempat duduk atau tempat bersantai yang terbuat dari papan kayu, biasanya tanpa sandaran, dan sering diletakkan di bawah pohon, di halaman rumah, atau di warung kopi kampung. 

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Olahraga

    +